Sumbangan COVID-19 Bisakah Sebagai Deductible Expense?

Saat wabah COVID-19 melanda Indonesia, banyak sekali pihak yang kemudian tergerak untuk memberikan sumbangan dalam rangka penanggulangan COVID-19. Diterbitkannya Keppres Nomor 12 Tahun 2020 tentang Penetapan Bencana Non Alam Penyebaran Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) sebagai Bencana Nasional pada tanggal 13 April 2020 menimbulkan pertanyaan, apakah sumbangan tersebut di atas dapat dibebankan sebagai deductible expense dalam perhitungan pajak penghasilan.

Terkait hal tersebut, Hestu Yoga Saksama, Direktur P2 Humas Direktorat Jenderal Pajak (DJP)  menyatakan bahwa dalam waktu DJP akan merilis penegasan dari DJP terkait implikasi status bencana COVID-19 terhadap wajib pajak.

Namun, sebelum ada rilis dari DJP tersebut, ada baiknya Anda mengetahui apa itu deductible expense dan bagaimana hal tersebut dapat mempengaruhi pajak usaha Anda.

Definisi Deductible Expense

Deductible Expense adalah biaya untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan yang dapat dikurangkan atas penghasilan kena pajak atau penghasilan bruto.

Di Indonesia, deductible expense diatur dalam Pasal 6 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 (UU PPh). Terdapat pasal yang menyatakan  bahwa besarnya Penghasilan Kena Pajak (PKP) ditentukan berdasarkan penghasilan bruto dikurangi biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan, termasuk “sumbangan dalam rangka penanggulangan bencana nasional,” Pasal 6 ayat (1). Hal ini berlaku bagi wajib pajak (WP) dalam negeri dan bentuk usaha tetap.

Deductable expense sendiri memegang tiga prinsip; berhubungan dengan kegiatan usaha, penghasilan yang diperoleh dapat dikenakan pajak, dan terakhir untuk kepentingan bersama (bukan pribadi).

Lebih jauh, berdasarkan Pasal 6 ayat 1 UU PPh, beban yang dapat dikurangi oleh penghasilan bruto dapat dibagi dalam dua golongan; beban yang memiliki masa manfaat tidak lebih dari satu tahun dan beban yang memiliki masa manfaat lebih dari 1 tahun.

Baca Juga: Pemerintah Turunkan Pajak Penghasilan jadi 20 Persen

Sumbangan Sebagai Deductible Expense

Sementara itu, definisi tentang sumbangan dan/ atau biaya yang dapat dikurangkan dalam pajak diatur dalam Pasal 1 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 93 Tahun 2010. Definisinya antara lain sebagai berikut:

  1. Sumbangan terdiri atas sumbangan dalam rangka penanggulangan bencana nasional, dalam hal ini perlu digarisbawahi frasa “bencana nasional”. Dimana sumbangan tersebut merupakan sumbangan untuk korban bencana nasional yang disampaikan secara langsung melalui Badan penanggulangan bencana atau
  2. Sumbangan bencana nasional yang disampaikan secara tidak langsung melalui lembaga atau pihak, dimana lembaga atau pihak tersebut telah mendapat izin dari instansi/ lembaga yang berwenang untuk mengumpulkan dana penanggulangan bencana.

Jumlah yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto dalam rangka penghitungan penghasilan kena pajak adalah hanya sampai jumlah tertentu, atau dengan kata lain, bisa jadi tidak seluruhnya dapat diakui sebagai pengurang penghasilan kena pajak. Pasal 3 PP 93/2010 menyatakan batas maksimal dari nilai sumbangan yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto untuk satu tahun dibatasi tidak melebihi 5% dari penghasilan neto di tahun pajak sebelumnya.

Selain batas maksimal tersebut, Untuk dapat dikurangkan sebagai pengurang penghasilan kena pajak harus memenuhi persyaratan sebagaimana diatur dalam Pasal 2 PP 93/2010 berikut ini:

  1. Pada tahun pajak sebelumnya WP telah mempunyai penghasilan neto fiskal berdasarkan Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) Pajak Penghasilannya,
  2. Pemberian sumbangan dan/ atau biaya tersebut tidak menyebabkan kerugian pada Tahun Pajak berjalan,
  3. Pemberian sumbangan didukung oleh bukti yang sah, serta
  4. Lembaga penerima sumbangan dan/ atau biaya telah memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), kecuali badan yang dikecualikan sebagai subjek pajak sesuai Undang-Undang Perpajakan.

PP 93/2010 ini kemudian juga diperkuat dengan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 76 Tahun 2011. Dimana PMK tersebut mengatur tentang ketentuan sumbangan yang dapat dikategorikan sebagai deductible expense.

Baca Juga: Pajak Digital Global: Siapkah Indonesia Hadapi Era Ekonomi Digital?

COVID-19 sebagai Bencana Nasional

Sebelum Anda mengetahui bagaimana sumbangan COVID-19 bisa menjadi deductible expense, Anda harus mengetahui apa itu bencana nasional.

Definisi bencana nasional adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor non-alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis, yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat.

Berdasarkan ketetapan presiden Joko Widodo dalam Keppres No 12 tahun 2020 tentang penetapan bencana non-alam penyebaran COVID-19, maka pandemi virus ini dikatakan sebagai Bencana nasional.

Dengan ditetapkannya pandemi COVID-19 sebagai Bencana Nasional dalam Keppres No12 tahun 2020 memberi kesempatan bagi wajib pajak untuk mengurangkan sumbangan dalam rangka mengatasi pandemi COVID19 dari penghasilan bruto dalam rangka penghitungan Pajak Penghasilan terutang di SPT Tahunan.

Sumbangan dalam rangka penanggulangan Bencana Nasional, yang merupakan sumbangan untuk korban bencana nasional yang disampaikan secara langsung melalui badan penanggulangan bencana atau disampaikan secara tidak langsung melalui lembaga atau pihak yang telah mendapat izin dari instansi/lembaga yang berwenang untuk pengumpulan dana penanggulangan bencana;

Syarat agar sumbangan penanggulangan Bencana Nasional dapat dikurangkan dari penghasilan bruto harus memenuhi kriteria sebagai berikut:

  1. Wajib pajak mempunyai penghasilan neto fiskal berdasarkan Surat Pemberitahun (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan (PPh) Tahun Pajak sebelumnya;
  2. pemberian sumbangan dan/atau biaya tidak menyebabkan rugi pada Tahun Pajak sumbangan diberikan;
  3. didukung oleh bukti yang sah;
  4. lembaga yang menerima sumbangan dan/atau biaya memiliki NPWP, kecuali badan yang dikecualikan sebagai subjek pajak sebagaimana diatur dalam Undang-Undang tentang Pajak Penghasilan;
  5. Tidak diberikan kepada pihak yang mempunyai hubungan istimewa sesuai Pasal 18 ayat (4) Undang-Undang PPh dengan pihak pemberi sumbangan;
  6. Sumbangan dapat diberikan dalam bentuk uang dan/atau barang;
  7. Nilai sumbangan dalam bentuk barang ditentukan berdasarkan:
  8. Nilai perolehan, apabila barang yang disumbangkan belum disusutkan;
  9. Nilai Buku Fiskal, apabila barang yang disumbangkan sudah disusutkan;
  10. Harga Pokok Penjualan, apabila barang yang disumbangkan merupakan produksi sendiri.

Jadi kesimpulannya, sumbangan COVID-19 bisa menjadi bentuk deductible expense karena pandemi tersebut telah dikategorikan sebagai bencana nasional.

Sumber: Klik Pajak

Leave a Reply