Kebijakan fiskal merupakan salah satu kebijakan makroekonomi yang dilakukan pemerintah, khususnya kementerian keuangan, untuk mengarahkan perekonomian menuju perekonomian yang sehat melalui mekanisme pengeluaran dan pendapatan pemerintah (APBN). Arah kebijakan fiskal dalam perekonomian memiliki dua sifat, yaitu arah kebijakan yang bersifat ekspansif dan arah kebijakan yang bersifat kontraktif.
Kebijakan yang bersifat ekspansif digunakan untuk menstimulus/mendorong pertumbuhan ekonomi menuju perekonomian yang sehat sedangkan kebijakan yang bersifat kontraktif digunakan untuk memperlambat pertumbuhan ekonomi (biasanya dilakukan ketika terjadi inflasi yang tinggi) untuk menuju perekonomian yang sehat pula. Kebijakan fiskal dilakukan dengan beberapa instrumen, antara lain penyesuaian tingkat pajak dan penyesuaian pengeluaran pemerintah (besaran dan komposisi).
Pada tahun 2018, pemerintah menerapkan kebijakan fiskal ekspansif. Hal ini terlihat pada pernyataan yang tercantum dalam Nota Keuangan APBN 2018 terkait tema kebijakan fiskal tahun 2018, yaitu pemantapan pengelolaan fiskal untuk mengakselerasi pertumbuhan ekonomi yang berkeadilan. Keputusan tersebut disertai dengan pengelolaan kebijakan fiskal yang sehat dan berkesinambungan, yaitu melalui pengendalian defisit APBN dalam batas aman, pengendalian rasio utang terhadap PDB, serta pengendalian keseimbangan primer melalui pengendalian kerentanan fiskal.
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, kebijakan fiskal dilaksanakan melalui beberapa instrumen, salah satunya melalui penyesuaian tingkat pajak. Di tahun 2018, telah dilakukan beberapa perubahan peraturan perpajakan untuk menstimulus pertumbuhan ekonomi. Pada bulan Maret 2018, keluar Peraturan Menteri Keuangan Nomor 35/PMK.010/2018 tentang Pemberian Fasilitas Pengurangan Pajak Penghasilan Badan. Selain itu, pada bulan Juni 2018, keluar PP No 23 Tahun 2018 yang mengatur tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu. PP 23 Tahun 2018 mulai berlaku pada tanggal 1 Juli 2018.
Perubahan Ketentuan Pemberian Fasilitas Pengurangan Pajak Badan
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 35/PMK.010/2018 mengatur tentang Pemberian Fasilitas Pengurangan Pajak Penghasilan Badan. Peraturan ini bertujuan untuk lebih meningkatkan kegiatan investasi langsung pada industri pionir untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan tersebut, industri pionir adalah industri yang memiliki keterkaitan yang luas, memberi nilai tambah dan eksternalitas yang tinggi, memperkenalkan teknologi baru, serta memiliki nilai strategis bagi perekonomian nasional.
Peraturan Menteri Keuangan ini merupakan perubahan dari Peraturan Menteri Keuangan Nomor 103/PMK.010/2016 tentang Pemberian Fasilitas Pengurangan Pajak Penghasilan Badan. Beberapa ketentuan perpajakan mengalami perubahan, salah satunya adalah batas minimal nilai rencana penanaman modal baru. Batas minimal nilai rencana penanaman modal baru merupakan salah satu kriteria yang harus dipenuhi agar wajib pajak mendapatkan fasilitas pengurangan pajak penghasilan badan.
Pada Peraturan Menteri Keuangan sebelumnya, batas minimal nilai rencana penanaman modal baru ditetapkan sebesar Rp1.000.000.000.000 (satu triliun rupiah). Ketentuan ini berubah menjadi Rp500.000.000.000 (lima ratus miliar rupiah) sesuai Peraturan Menteri Keuangan Nomor 35/PMK.010/2018.
Selang beberapa bulan kemudian, tepatnya pada bulan November 2018, keluar Peraturan Menteri Keuangan Nomor 150/PMK.010/2018 yang merupakan perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 35/PMK.010/2018 tentang Pemberian Fasilitas Pengurangan Pajak Penghasilan Badan. Atas perubahan Peraturan Menteri Keuangan tersebut, batas minimal nilai rencana penanaman modal baru mengalami perubahan lagi, yang awalnya ditetapkan sebesar Rp500.000.000.000 (lima ratus miliar rupiah) berubah menjadi Rp100.000.000.000 (seratus miliar rupiah).
Penurunan batas minimal nilai rencana modal baru dapat memperluas cakupan Wajib Pajak Badan yang memperoleh fasilitas pengurangan pajak penghasilan badan. Wajib pajak dengan nilai penanaman modal baru di bawah Rp500.000.000.000 (lima ratus miliar rupiah) yang awalnya tidak mendapat fasilitas tersebut, dapat memperoleh fasilitas tersebut setelah adanya Peraturan Menteri Keuangan Nomor 150/PMK.010/2018 sepanjang penanaman modal tersebut di atas Rp100.000.000.000 (seratus miliar rupiah).
Atas penurunan batas minimal nilai rencana modal baru, besaran fasilitas pengurangan PPh Badan juga mengalami penyesuaian. Pengurangan PPh Badan sebesar 100% dari jumlah PPh badan yang terutang dikenakan untuk penanaman modal baru dengan nilai paling sedikit Rp500.000.000,00 (lima ratus miliar rupiah). Pengurangan PPh Badan sebesar 50% dari jumlah PPh Badan yang terutang dikenakan untuk penanaman modal baru dengan nilai paling sedikit Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah) dan paling banyak kurang dari Rp500.000.000.000,00 (lima ratus miliar rupiah).
Adanya fasilitas pengurangan PPh badan sudah menunjukan adanya dukungan atas kebijakan fiskal ekspansif. Dengan fasilitas tersebut, bagian penghasilan badan yang awalnya digunakan untuk membayar pajak dapat ditanamkan kembali sebagai modal usaha. Lebih dari itu, adanya penurunan batas minimal nilai rencana modal baru merupakan penegasan atas langkah nyata pemerintah untuk mendukung kebijakan fiskal ekspansif melalui perluasan cakupan wajib pajak badan yang mendapatkan fasilitas pengurangan pajak penghasilan badan. Semakin banyak wajib pajak yang memperoleh fasilitas, semakin banyak pula badan usaha (industri pionir) yang dapat menanamkan kembali modalnya. Hal ini diharapkan dapat mendorong perkembangan industri pionir untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi nasional.
Baca Juga: Sanksi Tidak Melapor SPT Tahunan
Kemudahan dan Keadilan Pajak melalui PP 23 Tahun 2018
PP No 23 Tahun 2018 mengatur tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu. Yang dimaksud peredaran bruto tertentu adalah peredaran bruto (omzet) yang tidak melebihi Rp4,8 miliar dalam setahun. Pajak atas penghasilan tersebut bersifat final (PPh Final). Peraturan ini bertujuan untuk mendorong masyarakat berperan serta dalam kegiatan ekonomi formal, dengan memberikan kemudahan dan lebih berkeadilan kepada Wajib Pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu (tidak lebih dari Rp4,8 miliar dalam setahun) untuk jangka waktu tertentu.
PP No 23 Tahun 2018 merupakan perubahan atas PP No 46 Tahun 2013 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu. Dengan adanya PP No 23 Tahun 2018, ada beberapa ketentuan yang diubah, salah satunya adalah perubahan tarif pajak yang disertai dengan adanya ketentuan jangka waktu. Pada peraturan tersebut, tarif pajak diturukan dari 1% menjadi 0,5%. Pengenaan PPh final ini disertai dengan adanya ketentuan jangka waktu. Yang artinya, setelah jangka waktu yang ditentukan telah terlampaui, wajib pajak tidak lagi dikenai tarif PPh final 0,5% tetapi dikenai tarif PPh Pasal 17 atau Pasal 31E UU PPh.
Selain itu, Wajib pajak dapat memilih langsung menggunakan tarif PPh Pasal 17 tanpa menunggu jangka waktu terlampaui. Wajib pajak tersebut diwajibkan terlebih dahulu menyampaikan pemberitahuan secara tertulis kepada Direktorat Jenderal Pajak melaui Kantor Pelayanan Pajak (KPP), Kantor Pelayanan Penyuluhan dan Konsultasi Perpajakan (KP2KP), Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Mikro tempat wajib pajak pusat terdaftar ataupun melalui saluran tertentu yang ditetapkan oleh Direktorat Jenderal Pajak.
Penyampaian pemberitahuan tersebut dilakukan paling lambat pada akhir tahun pajak dan Wajib Pajak dikenai PPh tarif pasal 17 mulai tahun pajak berikutnya. Ketentuan lebih lanjut tentang tata cara pemberitahuan Wajib Pajak yang memilih dikenai PPh berdasarkan ketentuan umum pajak penghasilan (tarif PPh pasal 17) diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 99/PMK.03/2018.
Dengan kebijakan penurunan tarif pajak, bagian penghasilan yang awalnya digunakan untuk membayar pajak dapat ditanamkan kembali sebagai modal usaha. Selain itu, ketentuan tentang Wajib Pajak dapat memilih dikenai PPh tarif Pasal 17 memberikan opsi kepada wajib pajak untuk memilih perlakuan pajak yang sesuai dengan kondisi wajib pajak yang bersangkutan.
Penurunan tarif pajak dan adanya opsi memilih perlakuan pajak merupakan bagian dari langkah pemerintah untuk mendukung kebijakan fiskal ekspansif dengan memberikan keleluasaan (melalui penurunan tarif pajak dan opsi perlakuan perpajakan) kepada UMKM dalam pengelolaan keuangan untuk mengembangkan usahanya. Sebagai salah satu penggerak perekonomian nasional, perkembangan UMKM diharapkan akan mempercepat pertumbuhan ekonomi nasional.
Pemberian fasilitas pengurangan pajak penghasilan badan dan perubahan ketentuan perpajakan untuk wajib pajak yang memiliki usaha dengan peredaran bruto tidak lebih dari Rp4,8 miliar dalam setahun merupakan langkah nyata pemerintah sekaligus menjadi bukti bahwa pemerintah telah mengupayakan percepatan pertumbuhan ekonomi melalui salah satu instrumen kebijakan fiskal, yaitu penyesuaian tingkat pajak.